I.
Definisi
Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem
kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem
imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing
atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti
cacing), sel kanker, dan malah pencangkokan organ dan jaringan.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut
antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas
permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Beberapa antigen ada pada jaringan sendiri
tetapi biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan
asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen sendiri. Sistem munitas
kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antigen
asing dan menghasilkan antibodi (disebut autoantibodi) atau sel imunitas
menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi
autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti
itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan
jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
Sistem kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu
bereaksi terhadap antigen yang lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun.
Keadaan tersebut disebut toleransi kekebalan (immunological tolerance) dan
terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel) limfosit, terutama limfosit T dan sebagian kecil lmfosit B, selama proses pematangan;
2. Anergi klon, yaitu ketidakmampuan
klon limfosit menampilkan fungsinya;
3. Supresi klon, yaitu pengendalian
fungsi “pembantu” limfosit T.
Pada umumnya, sistem kekebalan dapat
membedakan antar antigen diri (self antigen) dan antigen asing atau
bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini terjadi toleransi
imunologik terhadap antigen diri (self tolerance). Apabila sistem
kekebalan gagal membedakan antara antigen self dan non-self, maka terjadi
pembentukan limfosit T dan B yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi
terhadap antigen diri (reaksi auto imun).
Penyakit Autoimmune
(rhematoid-arthritis)
Penyakit
autoimun terdiri dari dua golongan, yaitu :
1. Khas organ (organ specific) dengan
pembentukan antibodi yang khas organ; contoh : Thiroiditis, dengan
auto-antibodi terhadap tiroid; Diabetes Mellitus, dengan auto-antibodi terhadap
pankreas; sclerosis multiple, dengan auto-antibodi terhadap susunan saraf;
penyakit radang usus, dengan auto-antibodi terhadap usus.
2. Bukan khas organ (non-organ
specific), dengan pembentukan auto antibodi yang tidak terbatas pada satu
organ.
Contoh :
Systemic lupus erythemathosus (SLE), arthritis rheumatika, vaskulitis sistemik
dan scleroderma, dengan auto-antibodi terhadap berbagai organ.
II.
Faktor-faktor
yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun
Penyakit autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan
diri dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (multi faktor). Faktor-faktor yang
bersifat predisposisi dan/atau bersifat kontributif adalah:
1. Genetik, yaitu haplotipe HLA
tertentu meningkatkan risiko penyakit autoimun. Reaksi autoimun dijumpai .
2. Kelamin (gender), yaitu wanita lebih
sering daripada pria.
3. Infeksi, yaitu virus Epstein-Barr,
mikoplasma, streptokok, Klebsiella, malaria, dll, berhubungan dengan beberapa
penyakit autoimun;
4. Sifat autoantigen, yaitu enzim dan
protein (heat shock protein) sering sebagai antigen sasaran dan mungkin
bereaksi silang dengan antigen mikroba;
5. Obat-obatan, yaitu obat tertentu
dapat menginduksi penyakit autoimun;
6. Umur, yaitu sebagian besar penyakit
autoimun terjadi pada usia dewasa.
III. Penyebab
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
·
Senyawa
yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari
sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke
mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan
menyerangnya.
·
Senyawa
normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau
radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem
kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan
demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
·
Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin
memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan
senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri
penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel
jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung
orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari demam rheumatik).
·
Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit
B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal
yang menyerang beberapa sel badan.
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan
kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang
rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat
membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan, karena
banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
IV.
Gejala
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung dan otak bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung dan otak bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.
V.
Diagnosa
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak di antaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
VI.
Pengobatan
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimun dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimun juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dalam jangka panjang. Obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Konsekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Sering kortikosteroid seperti prednison diberikan secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimun dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimun juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dalam jangka panjang. Obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Konsekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Sering kortikosteroid seperti prednison diberikan secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Gangguan autoimun tertentu (seperti multipel sklerosis dan gangguan tiroid)
juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid.
Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor
necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat
efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin
berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya,
seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan
kanker tertentu.
Obat baru tertentu secara khusus membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
Obat baru tertentu secara khusus membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
VII. Penyakit Autoimun
Tabel 1.
Gangguan Autoimun
Beberapa
Gangguan Autoimun
|
||
Gangguan
|
Jaringan
yang terkena
|
Konsekwensi
|
Anemia
hemolitik autoimun
|
Sel
darah merah
|
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan,
kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat
dan bahkan fatal.
|
Bullous
pemphigoid
|
Kulit
|
Lepuh
besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal
biasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
|
Sindrom
Goodpasture
|
Paru-paru
dan ginjal
|
Gejala,
seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin
berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan
paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
|
Penyakit
Graves
|
Kelenjar
thyroid
|
Kelenjar
gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid
(hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan
panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasan. Dengan pengobatan, prognosis
baik.
|
Thyroiditis
Hashimoto
|
Kelenjar
thyroid
|
Kelenjar
gondok meradang dan rusak,menghasilkan kadar hormon thyroid rendah
(hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah,
kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup
dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.
|
Multiple
sclerosis
|
Otak
dan spinal cord
|
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel
tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk
kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan
otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin
datang dan pergi. Prognosis berubah-ubah.
|
Myasthenia
gravis
|
Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction)
|
Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah
dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola
progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.
|
Pemphigus
|
Kulit
|
Lepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.
|
Pernicious
anemia
|
Sel tertentu di sepanjang perut
|
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan
menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan
pemeliharaan sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan
kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak,
menghasilkan kelemahan dan kehilangan sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang
belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan,
dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan,
prognosis baik.
|
Rheumatoid
arthritis
|
Sendi
atau jaringan lain seperti jaringan paru-paru, saraf, kulit dan jantung
|
Banyak
gejala mungkin terjadi. termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan
sendi, merusak bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, kelemahan,
bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah kulit. Progonosis bervariasi
|
Systemic
lupus erythematosus (lupus)
|
sendi, ginjal, kulit, paru-paru, jantung, otak dan sel
darah
|
Sendi walau tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti
kepenatan, kelemahan, sakit kepala, pendek nafas, gangguan ginjal, paru-paru
atau jantung, gatal dan rasa sakit dada mungkin terjadi. Bercak mungkin
timbul. Kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada keluhan
ataupun serangan.
|
Diabetes
mellitus tipe
|
Sel beta dari pankreas (yang memproduksi insulin)
|
Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air
kecil dan selera makan seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.
Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks insulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama. |
Vasculitis
|
Pembuluh
darah
|
Vasculitis
bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf,
kepala, kulit, ginjal, paru-paru atau usus) atau beberapa bagian. Ada
beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan
berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala,
kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal)
bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis bergantung pada
sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan
pengobatan.
|
1.
Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE)
Penyakit ini tergolong penyakit autoimun non organ specific.
Penderita umumnya adalah wanita dengan perbandingan wanita terhadap pria 9:1;
kebanyakan menjangkiti usia reproduktif, namun dapat juga terjadi pada masa
kanak-kanak. Gejala kliniknya dapat sangat bervariasi dari yang tidak khas
sampai kepada yang khas, begitu juga dengan intensitasnya dari yang ringan
sampai yang berat.
Gejala
klinik :
- Ruam kulit pada pipi dan hidung yang menyerupai gambar kupu-kupu (butterfly rash), arthritis, demam, pleuritis dan fotosensitif.
- Demam yang tak diketahui sebabnya,
- Arthritis yang menyerupai arthritis rheumatoid atau demam reuma,
- Rambut rontok, anemia/ kelainan hematologik lainnya,
- Peradangan mukosa, kelainan ginjal,
- Gejala neurologik berupa kejang bahkan psikosis, dan serositis.
Kriteria mendiagnosis SLE menurut American Rheumatism
Association (ARA) :
a. Ruam malar, kemerahan pada kulit di
eminens malar;
b. Ruam discoid, kemerahan kulit disertai
pembentukan sisik;
c. Fotosensitifitas, yaitu kemerahan kulit
yang berlebihan setelah terpajan sinar matahari;
d. Artritis,
non-erosif, pada 1 atau lebih sendi kecil ditandai dengan pembengkakan/ efusi
dan nyeri;
e. Serositis, bisa
berupa pleuritis, perikarditis;
f. Kelainan
ginjal, ditandai dengan proteinuria, sedimen torak eritrosit atau Hb;
g. Gejala
neurologik, berupa kejang dan psikis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya;
h. Kelainan
hematologik, seperti anema, lekopenia, limfopenia atau trombositopenia;
i. Kelainan
imunologik, seperti ANA, antibodi anti Sm, sel LE;
j. Titer ANA yang
tinggi pada serum sewaktu.
Jika penderita menunjukkan sekurang-kurangnya 4 dari 10
gejala secara berurutan atau bersamaan dalam suatu interval waktu tertentu,
maka diagnosis Lupus eritematosus sistemik dapat ditegakkan.
Perjalanan penyakit ini bersifat kronik dan hilang
timbul. Penderita dapat menunjukkan gejala klinik yang berat dan dapat
meninggal beberapa bulan sesudah diagnosis; atau dapat hidup bertahun-tahun
bahkan puluhan tahun dengan gejala penyakit yang hilang timbul. Penyebab
kematian utama adalah gagal ginjal, infeksi interkuren serta keterlibatan
susunan saraf pusat secara difus.
Lupus
Beberapa faktor etiologi yang dianggap berperan dalam
timbulnya penyakit ini adalah :
# Genetik
Faktor ini dibuktikan perannya melalui adanya fakta di
mana kejadian penyakit serupa pada kembar monozigotik sebanyak kira-kira 20%
dibandingkan dengan pada kembar dizogotik yang hanya 3%. Kemudian juga
ditemukan fakta bahwa anggota keluarga yang tidak manifes secara klinik,
ternyata menunjukkan adanya autoantibodi di serum. Fenomena terakhir ini juga
merupakan indikasi bahwa manifestasi klinik penyakit autoimun ditentukan juga
oleh faktor pencetus lainnya, misalnya faktor lingkungan / non-genetik.
Selanjutnya, jenis HLA tertentu yang dulu dianggap merupakan predisposisi
terhadap penyakit autoimun, ternyata berkaitan dengan pembentukan autoantibodi
tertentu seperti anti ds-DNA, anti Sm dan antifosfolipid.
# Non-genetik
Obat-obatan seperti hidralazin, procainamid dan
D-penicillamin dapat mencetuskan lupus eritematosus pada manusia. Sinar
matahari, khususnya ultraviolet juga berefek serupa karena akan memacu
keratinosit membentuk IL-1. Hal lainnya adalah virus serta hormon seksual.
Eksaserbasi yang terjadi seiring dengan daur haid merupakan petunjuk peran
hormon seks ini.
# Imunologik
Kelainan fungsi sistem imun diduga mendasari proses
terjadinya lupus. Letak kelainan masih kontroversial, semula diduga sebagai
akibat sel B yang hperaktif pada perangsangan poliklonal, namun belakangan ini
ditemukan indikasi bahwa letak kelainan adalah pada sel T penolong. Mekanisme
imunologik yang mendasari kerusakan jaringan pada umumnya adalah
hipersensitifitas tipe III.
2.
Lupus Eritematosus Diskoid
Penyakit ini ditandai dengan kelainan kulit berupa ruam
diskoid tanpa disertai manifestasi pada multiorgan seperti lupus eritematosus
sistemik. Kelainan terutama hanya pada muka dan kulit kepala. Hanya sebagian
kecil penderita disertai manifestasi multi organ; namun pada sebagian kecil
kasus di kemudian hari dapat berkembang menjadi bentuk yang sistemik. ANA
ditemukan pada kira-kira 35% kasus namun ds- DNA jarang dijumpai.
3.
Sindroma Syögren
Penyakit ini ditandai dengan keluhan kekeringan pada mata
(xerophtalmia) dan mulut (xerostomia). Kelenjar eksokrin lain dapat juga
terlibat antara lain di saluran pernapasan, saluran cerna serta reproduksi.
Pada kelenjar liur dan kelenjar air mata dijumpai disebukan
limfosit padat disertai atrofi asinus atau duktus. Sebagian besar sel limfosit
adalah sel T penolong dan sebagian kecil adalah sel B serta sel plasma. Diduga
sel T sitotoksik dan Ig (autoantibodi) yang melakukan destruksi terhadap asinus
dan duktus. Hal yang menarik adalah dtemukannya monoklonalitas pada populasi
sel B di jaringan kelenjar; dan memang pada sebagian kasus, di kemudian hari
ternyata berkembang menjadi limfoma malignum.
Kelainan ini dapat terjadi secara tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit autoimun yang lain seperti atritis reumatoid, LES,
skleroderma dll.
Auto antibody yang ditemukan antara lain ANA, anti
ribonukleoprotein (RNP) : SS-A (Ro) dan SS-B (La); sel LE dan faktor
rheumatoid. SS-A dan SS-B adalah antibodi yang diagnostik untuk sindroma
Syögren.
Gejala klinik dapat berupa penglihatan yang kabur, mata
gatal bahkan ulserasi kornea; sariawan-fisura mulut, kesulitan menelan,
penurunan daya pengecap, pembengkakan parotis. Dapat juga terjadi gangguan pada
hidung berupa epistaksis, kering dan ulserasi septum; bronkitis, pneumonitis
dan lain-lain.
4.
Skleroderma (sklerosis sistemik)
Kelainan ini ditandai dengan fibrosis terutama pada
kulit, yang dapat disertai atau kemudian melibatkan berbagai organ seperti
saluran pernapasan, saluran cerna, jantung, ginjal, vaskuler. Berdasarkan
luasnya sistem yang terjangkit, akhir-akhir ini dibuat kategori atas :
1) skleroderma difus, jika dalam waktu singkat sudah
melibatkan berbagai organ;
2) skleroderma lokal, jika baru melibatkan berbagai organ
setelah waktu yang lama.
Kelainan ini terutama dijumpai pada wanita pada usia
sekitar 50-60 tahun. Manisfestasi pada kulit berupa atrofi kulit yang biasanya
dimulai dari jari-jari kemudian menjalar ke arah proksimal yaitu ke leher dan
muka. Kelainan saluran cerna ditandai dengan kesulitan menelan, malabsorbs,
obstruksi, nyeri perut, anemi dan berat badan yang menurun. Hal ini disebabkan
terjadi fibrosis lapisan muskularis dan lapisan mukosa. Sesak napas dapat
terjadi akibat fibrosis paru, dan hal ini dapat pula berakibat pada terjadinya
payah jantung kanan. Manifestasi ginjal berupa proteinuria ringan serta
hipertensi yang sering berat atau progresif.
Mekanisme yang mendasari kelainan ini adalah berbagai hal
yang menyebabkan / mengaktifkan proses fibrosis.
Proses ini dapat terjadi melalui aktifasi sel T oleh
antigen tertentu (autoantigen) yang kemudian menghasilkan sitokin yang
mengaktifkan sel mast dan makrofag. Makrofag dan sel mast kemudian menghasilkan
tumor necrosis factor (TNF), pltelet derived growth factor (PDGF), chemotactic
factor (CF), transforming growth factor beta (TGF-β) dan IL-1. Semua sitokin
ini akan memacu proliferasi fibroblas dan fibrosis.
Jalur lain adalah melalui cedera vaskuler oleh sebab yang
tidak diketahui, kemudian terjadi agregasi trombosit, pembentukan mikrotrombi,
oklusi, iskemi, nekrosis dan diakhiri dengan fibrosis.
Pada penderita ini juga dijumpai ANA; dua jenis ANA yang
dianggap diagnostik untuk skleroderma adalah anti-Sc170, dan antisentromer.
5.
Sindroma Myasthenia
Terdapat 2 jenis sindroma myasthenia, yaitu :
Myasthenia gravis.
Pada sindrom jenis inil dibentuk autoantibodi terhadap reseptor asetil
kolin sehingga terjadi hambatan ikatan asetilkolin dengan reseptornya dan
menyebabkan gagalnya transmisi isyarat syaraf ke otot. Autoantibodi tersebut
ditemukan di dalam serum pada 85 otot. Kelemahan otot mata yang menyebabkan
penglihatan ganda dan menurunnya kelopak mata adalah tanda yang khas. Kelemahan
otot larings menyebabkan dysphonia. Otot-otot lain dapat terserang pada
perkembangan penyakit lebih lanjut. Kematian biasanya disebabkan kegagalan otot
pernapasan. Pada penderita muda dan wanita sering dijumpai kelainan timus,
seperti hiperplasi timus dan timoma. Gejala kelemahan otot dapat diperbaiki
dengan timektomi atau pengobatan dengan inhibitor kholinesterase atau
plasmapheresis untuk membuang antibodi yang berbahaya dari sirkulasi.
Pengobatan tersebut bersifat menghilangkan gejala sementara sedangkan
penyakitnya belum dapat disembuhkan.
Sindroma myasthenia Lamber-Eaton
Terbentuk antibodi terhadap protein kanal kalsium (calcium channel protein)
yang menghambat pelepasan asetilkolin dari ujung saraf. Sindroma ini adalah
contoh penyakit autoimun paraneoplastik. Kebanyakan menderita karsinoma paru
jenis oat cell, yang dianggap menjadi dasar timbulnya reaksi autoimun terhadap
protein kanal kalsium. Berbeda dengan myasthenia gravis, kelemahan otot dapat
membaik pada pergerakan. Pengobatan bersifat simtomatik karena kankernya sulit
disembuhkan.
6.
Psoriasis
a) Pengertian
Psoriasis adalah sejenis penyakit kulit yang penderitanya
mengalami proses pergantian (kulit) yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini
kadang-kadang dalam jangka waktu lama atau kambuhan dalam waktu yang tidak
menentu. Penyakit ini secara klinis bersifat tidak mengancam jiwa dan tidak
menular. Akan tetapi, penyakit ini dapat muncul pada bagian tubuh mana saja
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan mengganggu kekuatan mental
penderita bila tidak dirawat dengan baik. Bila tidak diobati dengan benar, penyakit
bisa mengalami komplikasi (penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic
eritroderma (seluruh kilit tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa
generalisata (psoriasis dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang
dapat membahayakan jiwa penderita.
b) Tipe psoriasis yang sering
ditemukan:
- Bentuk vulgalis (bentuk plak)
- Bentuk bintik-bintik (guttate)
- Bentuk pada bagian lipatan
(flexura)
- Bentuk menyebar luas atau
eritroderma (seluruh kulit)
- Bentuk gelembung bernanah
(pustula)
- Bentukmengelupas (exfoliative)
- Psoriasis sendi ( psoriasis
yang disertai radang sendi)
c) Penyebab:
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui, tetapi para
peneliti sudah berhasil menemukan gen abnormal yang mengarah ke pembentukan
psoriasis pada penderita. Dengan demikian penyakit ini mempunyai risiko menjadi
penyakit keturunan. Umumnya psoriasis tidak membahayakan jiwa walaupun sangat
mengganggu kualitas hidup. Kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan penderita
juga sangat dipengaruhi oleh penyakit jika kelainan kulitnya mengenai tempat
tertentu (misalnya muka, telapak tangan atau kaki, alat kelamin).
Bila tidak diobati dengan benar, penyakit bisa mengalami
komplikasi (penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic eritroderma
(seluruh kilit tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa generalisata
(psoriasis dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang dapat
membahayakan jiwa penderita.
"Beberapa keadaan lingkungan atau faktor tertentu dapat memperburuk atau mencetuskan psoriasis. Seperti stres, cuaca dingin dan kelembaban rendah, obat-obat tertentu, infeksi (kuman streptokokus, HIV), trauma (garukan, gesekan), alkohol dan merokok. Kesemuanya itu memungkinkan seseorang mengidap psoriasis yang menurunkan kualitas hidup," jelasnya.
d) Data statistik
Mekanisme
terjadinya psoriasis
Biasanya didahului dengan semacam luka memar atau benturan
di salah satu bagian kulit tubuh, setelah kejadian itu, bagian yang kena trauma
itu tidak kunjung sembuh. Bahkan sebaliknya makin memburuk dan mulai menyebar.
Kemudian ada lagi luka memar di bagian kulit lain. Luka luka itu bisa tetap
kecil dan menghilang atau sebaliknya melebar dan meluas. Setelah berjalan
beberapa lama biasanya penyakit ini meluas, sehingga orang itu mencari
pengobatan. Padahal ibu sedang hamil, nampaknya penyakit ini seperti tumbuh dan
menghilang. Namun setelah melahirkan psoriasisnya kembali kambuh lagi.
Apakah seorang penderita psoriasis itu sehat?
Kebanyakan
dokter menganggap psoriasis itu adalah hanya masalah pada bagian lapis kulit
saja. Padahal itu tidak benar sama sekali. Perubahan pada bagian kulit hanya
sebagai tanda awal permulaan dari suatu penyakit, Jadi penderita psoriasis itu
sebetulnya bukanlah seorang yang sehat badani. Karena dibagian dalam tubuh ada
yang tidak beres kerja dan fungsinya. tetapi yang tersedia sekarang Cara
pengobatan psoriasis sejak dulu sampai sekarang sangat banyak variasinya
Mengenali
tanda psoriasis:
umpamanya
seperti dengan obat luar, obat sistemik atau keduanya sekaligus. Fotokemoterapi
seperti kombinasi antara obat dan disinar ultraviolet. Hasilnya sangat
bervariasi, ada yang merasakan secara dramatis, akan tetapi ada pula yang
merasakan seperti mendapat malapetaka. Seperti juga pada pengobatan penyakit
lain ada yang sembuh ada pula yang tidak cocok.
Pada tahap
permulaan, mirip dengan penyakit-penyakit kulit eritro papulo skuamus
dermatosa (penyakit kulit yang memberikan gambaran bercak merah bersisik).
Namun gambaran klinis akan makin jelas seiring dengan waktu lantaran penyakit
ini bersifat menahun (kronis).
- Awalnya, psoriasis ditandai dengan
bercak merah dan kadang gatal, berbatas jelas yang tiba-tiba muncul dikulit,
terutama di siku, lutut, daerah tulang ekor (sacrum), kepala dan daerah
genital. Dippermukaan bercak terdapat sisik (skuama) berwarna putih mirip mika
atau putih keperakan, kering, berlapis, kasar dan transparan.
- Selanjutnya, bercak merah membesar,
dan beberapa bergabung membentuk bercak yang lebih lebar.
- Bercak pada umumnya berbentuk bulat
atau oval, berukuran satu hingga beberapa senti meter dan menetap pada waktu
yang lama.
- Selain di kulit, psoriasis dapat
mengenai kuku dan sendi (jarang).
Pengobatan
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan efektif. Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi keluhan gatal. Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja pengobatan psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan pengobatan lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam jangka waktu lama untuk mempertahankan remisi atau mengontrol timbulnya kelainan kulit baru. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan psoriasis secara total. Semua pengobatan yang ada hanya dapat menekan gejala psoriasis. Sebagian besar penderita tidak pernah mencapai suatu keadaan remisi yang bebas pengobatan.
Tujuan
pengobatan pada psoriasis ialah mengurangi keparahan (derajat kemerahan, tebal
dan sisik) dan luas kelainan kulit sedemikian rupa sehingga penyakit tidak lagi
menunggu pekerjaan, kehidupan pribadi dan sosial, dan kesejahteraan penderita.
Agar perawatan ini berhasil, diperlukan kerjasama antara dokter dan penderita.
Hal lain
yang harus diperhatikan sebelum memilih pengobatan psoriasis adalah derajat
keparahan yang diderita. Juga lokasi penyakit, tipe, usia dan jenis kelamin
juga riwayat kesehatan penderita. Langkah pertama yang dilakukan adalah
pengobatan luar (topical). Langkah ini dapat dilakukan untuk penderita
psoriasis ringan dengan luas kelainan kulit kurang dari 5 persen. Obat yang
bisa digunakan antara lain ter batubara, kortikosteroid, calcipotriol,
antralim, retinoid topical (tazaroten), asam salisilat, pimekrolimus,
emolien dan keratolitik.
Langkah
kedua atau fototerapi biasanya dipakai untuk mengobati psoriasis yang berhasil
dengan pengobatan topical. Langkah ketiga adalah pengobatan sistemik,
yaitu obat yang dimakan atau dimasukkan melalui suntik. Obat tersebut akan
diserap dan masuk ke dalam aliran darah kemudian tersebar ke seluruh tubuh.
Obat sistemik biasanya disediakan khusus untuk psoriasis sedang sampai berat, atau psoriasis arthritis berat (disertai dengan cacat tubuh). Juga dipakai untuk psoriasis eritroderma atau psoriasis pustulosa. (AS/E-5)
Cara pengobatan ortodoks, biasanya menggunakan pengolesan obat luar, seperti salf, krim, dan lotion, tetapi teknik pelaksanaan bisa berbeda beda dari mulai dengan mandi ter (tar). Sampai fotokemoterapi. Dengan menggunaka senar lesser. Sekali lagi hasilnya tidak selalu konsisten dari berhasil sampi gagal dan tidak ada gunanya. Zalf campuran steroid dan flourin, injeksi steroid, dan glukokortikosteroid sering juga digunakan, namun harus diawasi dan dipantau oleh dokter dengan ketat, sebab sering mengakibatkan efek samping yang buruk.
0 Response to "PENYAKIT AUTOIMUN"
Posting Komentar